Dasril Iteza
- Keberadaan benda cagar budaya hingga bisa kita lihat, kita sentuh
sampai detik ini merupakan bentuk kepedulian terhadap benda-benda cagar
budaya oleh pemerintah serta peran serta masyarakat. Di Belitung,
terdapat cukup banyak benda cagar budaya. Keberadaan yang sampai
sekarang masih terawat dengan cukup baik adalah bukti dari bentuk
kepedulian bersama, sehingga warisan tersebut dapat lekang hingga selama
dunia ini terkembang.
Kebanyakan
benda cagar budaya di Belitung berada di Kota Tanjungpandan, yang
notabene merupakan Ibukota Kabupaten Belitung. Mayoritasnya adalah
berupa bangunan (rumah/ gedung).
Meski
demikian, dinamika perkembangan Kota Tanjungpandan yang semata-mata
berorientasi pada kemajuan ekonomi seringkali mengabaikan pelestarian
bangunan – benda-benda cagar budaya yang ada. Hal tersebut mengakibatkan
terancamnya kelestarian cagar budaya tersebut. Mengingat kondisi
tersebut perlu dilakukan upaya-upaya pelestarian dan pemanfaatan
bangunan cagar budaya di Kota Tanjungpandan.
Cukup
banyaknya bangunan/ rumah yang dikultuskan menjadi Benda Cagar Budaya
di Kota Tanjungpandan, Belitung, tentunya tidak bisa dilepaskan dari
sejarah dan perkembangan Kota Tanjungpandan itu sendiri.
Saat
Belanda mulai masuk dan bercokol di Tanjungpandan dengan mengutus J.W.
Bierschel yang dikawal oleh Kapten Kuehn untuk menjadi asisten residen
disana dalam kepentingannya mencari bijih timah. Belitung waktu itu
diperintah oleh KA Rahad (1821-1854). Sedangkan pioneer penemuan bijih
timah adalah si keras kepala John Francis Loudon, yang tidak begitu saja
menerima hasil penelitian ahli mineral tanah Dr. Croockewit, yang
menyatakan bahwa di Belitung tidak ada timah!
Setelah
berhasil menemukan timah di Belitung, mereka mulai mendirikan
perusahaan penambangan timah dengan nama Billiton Maatschappy pada
tanggal 15 November 1860. Sejak itu perekonomian Belitung berkembang
dengan pesat. Belanda mulai membangun berbagai macam fasilitas kota,
seperti kantor-kantor pemerintah (Hoofdkantor Billiton Mij, Emplasemen
Billiton Mij, Gedung Societeit, Gedung Landraad, Gedung Kantor Assisten
Residen, Gedung Tuindienst, Handel Mij Borneo Sumatra), rumah sakit
(Europeesche Kliniek), sekolah (Hollandsch Indische School), Gereja
(Kapel Juliana), rumah pejabat (Hoofdadministrateur), dok kapal
(Dockyard), dan lain-lain.
Sementara
itu, orang-orang Cina mulai berdatangan ke Tanjungpandan untuk menjadi
pekerja tambang yang berada di bawah pengawasan Kapten Ho A Jun. Mereka
membangun berbagai sarana dan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan, di
antaranya pusat pertokoan sebagai sarana untuk berniaga, bangunan
peribadatan (Kelenteng Hok Tek Che atau lebih dikenal dengan sebutan
Kelenteng Pasar Ikan), sarana pendidikan (Sekolah Chung Hua dan Kien
Shien), dan lain-lain.
Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jambi dalam RELIK NO.
06/SEPTEMBER 2008, merinci bangunan-bangunan yang saat ini menjadi Benda
Cagar Budaya berdasarkan tinggalan yaitu:
- Tinggalan Budaya Islam sebanyak 3 cagar budaya;
- Tinggalan Budaya Kolonial Belanda sebanyak 15 cagar budaya;
- Tinggalan Budaya Cina sebanyak 4 cagar budaya;
- Tinggalan Budaya Masa Perjuangan Kemerdekaan sebanyak 1 cagar budaya.
Pulau
Belitung, khususnya Kota Tanjungpandan - dimana dominasi Benda-Benda
Cagar Budaya banyak ditemukan disana – biar bagaimanapun akan terus
berkembang mengikuti tren zaman, pastinya akan berdampak terhadap
eksistensi dari benda-benda cagar budaya tersebut. Bisa dikatakan
ancaman untuk kelestariannya.
Bentuk
kepedulian semua pihak ditunjang dengan payung hukum yang jelas dan
mengikat diharapkan dapat memaksimalkan keberadaan, pelestarian
benda-benda cagar budaya tersebut untuk saat ini, esok dan masa
mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar