Si Kantan
Pada zaman sebelum Agama Islam
masuk dan berkembang di Belitung,tersebutlah
seorang janda miskin yang hidup bersama seorang anaknya bernama
Kantan.Dua anak beranak ini tinggal di sebuah kelekak yang sekarang bernama
Cerucuk.Mereka hidup dari hasil menangkap ikan atau hasil laut lain nya serta
buruan di hutan sekitar tempat tinggal nya.
Hidup sebagai janda beranak
satu,terasa sangatlah berat bagi ibu Kantan.Namun,akibat kerja keras ibunya,Si
Kantan bisa tumbuh sebaagaimana layaknya manusia biasa dan bisa mandiri tanpa
menggantungkan hidup pada orang tuanya setelah mulai menginjak dewasa.
Dalam kedewasaan itulah,saat Kantan
berujar kepada ibunya bahwa,ia bermaksud mencoba kehidupan lain di luar
kelekaknya.Singkatnya ia ingin merantau,mencoba peruntungan di tempat
lain,kalau-kalau kehidupan nya bisa berubah lebih baik.Tak bisa mencegah
keinginan anaknya,ibu si Kantan akhirnya harus merelakan anaknya
merantau,sambil terus berdoa agar apa yg di cita-citakan anak nya terkabul.
Kepergian anaknya itu dirasakan
sangat berat oleh ibu si Kantan.Apa-apa yang semula di kerjakan
berdua,sepeninggal Kantan harus di kerjakan nya sendiri.Karena kerja berat
itulah,fisik ibu si Kantan terlihat menjadi lebih tua dari umur sebenarnya.
Bulan berganti ,tahun pun
berubah.Bertahun-tahun setelah kepergian nya,Kantan kembali dari perantauan nya
dengan keadaan yang sangat bertolak belakang di banding saat berangkat meninggalkan
kampungnya.Rupanya ia telah berhasil menjadikan kehidupanya jauh lebih baik.Ia
sudah menjadi seorang saudagar yang kaya raya.Kantan pun telah memiliki seorang
istri yang cantik jelita,hingga ketika akan kembali ke kampung halaman nya
Kantan harus mencarikan nya sejumlah dayang terlebih dahulu.
Sebagai perantau sukses,Kantan
kembali dengan lima sekoci barang bawaan.Kelima sekoci tersebut di penuhi
berbagai barang yang bagus dan mahal,serta biantang peliharaan baik untuk di
konsumsi selama dalam perjalanan maupun untuk di pelihara.
Mendengar Kantan akan pulang,ibunya
bergegas menyiapkan kedatangan anaknya.Ia menyediakan makanan kesukaan anak
semata wayang nya itu.,yaitu panggan lutong dalam jumlah banyak.Ibu si Kantan
tauu bahwa anaknya akan datang bersama awak kapalnya yang banyak.Bersama
sejumlah makanan itulah kemudian ibu si Kantan menuju muara Sungai
Cerucuk,dimana perahu si Kantan akan berlabuh.
Setibanya di pinggir sungai,ibu si
Kantan melihat perahu anaknya yang telah siap merapat.Para awak kapalnya mulai
melempar sauh dan mengikatkan tali ke daratan.
Melihat kedatangan anaknya,segera
ibu si Kantan naik ke perahu,bermaksud menyambut anaknya.Begitu sampai di
perahu ia melihat si Kantan telah berubah sama sekali.Maklum sekarang ia telah
menjadi seorang yang kaya raya.
“ Kantan,anak ku,balik juak kau
akhirnye,”kata ibunya kepada si Kantan
“ Sape ikam ne nek ? Barani
amat ngakuk jadi umak aku.Umak aku la lamak mati,jadi ikam ne pasti urang lain
nok ngakuk jadi umak aku karene aku la kaya,” hardik Kantan kepada ibunya
dengan sombongnya.
Mendengar percakapan Kantan seorang
nenek tua,istri si Kantan langsung mendekat dan berujar,” Tuanku,perhatikanlah
baik-baik nenek tua itu.Barangkali nenek tua itu memang ibumu dan jelas sekali
sudah berubah.Tuanku belum pernah kembali selama
ini.Hingga jelas matamu memandang lain.Amatilah baik-baik.”
Kendati sudah di nasehati
istrinya,Kantan tetap tak mau mendengar,bahkan ia menghardik istrinya.
“ Kurang ajar kau.Kau kubawa
kesini bukan untuk jadi penasehat ku.Kau adalah isitriku.Kau harus tunduk pada
kehendak ku.Ayo masuk ke dalam,” hardik Kantan kepada istrinya setengah
berteriak.
Mendengar pertengkaran dua suami
isitri itu,,ibu si Kantan menjadi sedih.Kemudian ia pun berkata,” auk la
mun gitu se Tan ai.Kaluk ndak nak ngakuek aku umak kau,aku nok bini hine ini
balik sajak.Kitu rumpenye kau ngembalasan urang nok ngelaheren kau,nyusuek
kau,lalu ngenggedeen kau sampai kau pegi berangkat ngerantau.”
Usai berkata kemudian ,ibu si
Kantan pun turun dari perahu anaknya.Namun,sambil berjalan meninggalkan perahu
si Kantan dalam hatinya ia memohon ampunan dewata sambil berdoa semoga dewata
memberikan kutukan kepada anak nya yang telah mendurhakai dirinya sebagai orang
tua.
Belum sempat ibu si Kantan
menginjakan kakinya di darat,seketika terjadi peristiwa yang tak di
duga-duga.Hujan turun dengan lebatnya,laksana di curahkan dari langit,di sertai
angina rebut dan Guntur menggelegar.Melihat kejadian itu ibu si Kantan segera
menyelamatkan diri di daratan.
Setiba di daratan,dari tepi pantai
ia melihat anak nya si Kantan dia terpaku walau badai mengguncang sangat
hebat.Di depan matanya pula ibu si Kantan melihat perahu anak nya perlahan
tenggelam.Di balik suara badai,sayup-sayup ia mendengar seruan anaknya yang
berteriak,” Umak….umak…, ampunek anak ikam ne.” Tapi nasi sudah jadi
bubur,ibu si Kantan tak bisa mengampuni anaknya yang durhhaka.Secara peralahan
perahu si Kantan berikut lima sekoci bawaannya berserta istri,para dayang
pengiringnya serta awak kapalnya,tenggelam.
Menurut cerita turun temurun
bangkai kapal si Kantan itu kemudian menjadi cikal bakal Pulau Kapal.Sebuah
pulau kecil yang terletak persis di tengah alur muara Sungai Cerucuk.
Cerita burung yang berkembang di
masyarakat,jika dalam keadaaan kotor ( tepalat mate,red ) kita
bisa melihat itik,angsa,ayam dan biantang peliharaan lainya berkeliaran di
Pulau Kapal.Dan sering pula orang mendengar teriakan memilukan memanggil,” Umak…umak….umak….,ampunek
anak ikam ne Mak.”
Beberapa sumber juga menyebutkan
bahwa,hanya orang-orang khususnyalah yang bisa sampai ke batu berbentuk seperti
perahu yang ada di pulau tersebut.Sebab di sekeliling batu tersebut arusnya
berputar-putar hingga sering menyebabkan kecelakaan bagi perahu atau rakit yang
mencoba mendekat.
Akan halnya ibu si Kantan,hingga
saat ini kuburan nya masih ada,berupa songgokan tanah ( istilah setempat
pansuk,red) terletak di aik bujang dalam keadaan tak
terpelihara.Kuburan itu sering di datangi oleh orang-orang sesat,yang ingin
mendapatkan sesuatu dengan cara mudah,semisal meminta angka nomor buntut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar