Terjemahan

Kamis, 26 Maret 2015

Cerita rakyat Belitung Cerita Layang

Cerita rakyat Belitung - Cerita Layang

Cerita Layang adalah adik kandung penguasa Negeri Tanjung Pandan, Ratu Tunggak Rantau Sawangan Ramas. Saat berumur sepuluh tahun, Cerita Layang pergi berkelana tanpa meninggalkan pesan. Bahkan, hingga puluhan tahun dalam pengelanaannya tidak pernah memberi kabar kepada kakak kandungnya. Dapatkah Cerita Layang berkumpul kembali bersama kakak kandungnya? Ikuti kisahnya dalam cerita Cerita Layang berikut ini!
* * *
Alkisah, di Negeri Tanjung Pandan, Provinsi Bangka-Belitung, Indonesia, hiduplah dua orang hulubalang kakak beradik. Sang Kakak bernama Ratu Tunggak Rantau Sawangan Ramas, penguasa Negeri Tanjung Pandan. Sementara sang Adik bernama Cerita Layang yang masih berumur sepuluh tahun, mahir bermain silat dan gemar menolong.
Pada suatu hari, entah alasan apa, Cerita Layang pergi berkelana tanpa memberitahukan kakaknya, Ratu Tunggak. Setelah bertahun-tahun di perantauan, ia pun tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan gagah. Suatu sore, ia sedang duduk bersandar pada pohon nyiur sambil menikmati semilir angin senja Pantai Ujung Tanjung di Pulau Rencong. Di wajahnya terpancar sejuta kerinduan ingin pulang ke kampung halamannya. Di saat sedang tenggelam dalam lamunannya, tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah kapal yang akan menuju ke arah hulu Ketahun.

“Hai, bukankah itu kapal milik Pangeran Cilibumi Aceh?” gumamnya. “Wah, orang serakah itu pasti mau pergi menagih hutang lagi.”
Setelah yakin bahwa kapal itu milik Pangeran Cili Aceh, Cerita Layang langsung beranjak dari duduknya hendak mencegat laju kapal itu. Ia sangat mengenal watak Pangeran Cili. Konon, Pangeran dari Aceh itu memiliki sifat licik, yaitu suka menghabisi nyawa orang-orang yang tidak sanggup membayar hutang kepadanya dengan cara menaburi racun dalam makanan mereka. Mengetahui gelagat Pangeran itu, Cerita Layang pun segera mengayuh perahunya yang ditambatkan di tepi laut untuk mencegat kapal itu.
“Hai, Pangeran Cili! Sebaiknya engkau urungkan niat jahatmu itu!” seru Cerita Layang. “Engkau adalah Pangeran yang tamak terhadap harta benda. Sebaiknya engkau serahkan saja sebagian hartamu kepadaku!”
Mendengar seruan itu, Pangeran Cili langsung naik pitam. Ia tidak terima disebut sebagai orang tamak. Dengan lantangnya, ia berteriak menantang Cerita Layang untuk bertarung.
“Hai, Cerita Layang! Selama aku masih bisa menghembuskan nafas, semua harta bendaku akan kupertahankan. Tapi, jika kamu berhasil mengalahkanku dan seluruh anak buahku, kamu boleh mengambil sebagian harta bendaku,” tantang Pangeran Cili.
Tanpa berpikir panjang, Cerita Layang langsung menerima tantangan itu. Ia pun segera merapat dan naik ke atas kapal Pangeran Cili. Melihat Cerita Layang berada di atas kapal, Pangeran Cili segera memerintahkan seluruh anak buahnya untuk mengepung sang Pengelana itu.

“Pengawal! Ayo kepung pemuda tolol itu!” seru Pangeran Cili. “Jangan biarkan dia lolos dari tempat ini!”
Mendengar perintah tuannya, puluhan anak buah kapal segera mengepung Cerita Layang. Pertempuran sengit pun tak terelakkan lagi. Mereka menyerang Cerita Layang dengan pukulan dan tendangan secara bergantian. Pemuda gagah dari Tanjung Pandan itu harus berkelit ke sana kemari untuk menghindari serangan musuh yang datang secara bertubi-tubi. Dengan kesaktiannya, ia dapat mengalahkan seluruh anak buah Pangeran Cili. Satu per satu mereka terlempar ke laut dan tewas tenggelam. Kini, hanya Pengeran Cili yang tersisa.
“Hai, Pangeran tamak! Kembalilah ke negerimu!” seru Cerita Layang.
“Aku akui kamu hebat, Cerita Layang! Meskipun kamu telah mengalahkan semua anak buahku yang tidak becus itu, tapi kamu takkan mungkin mengalahkanku. Majulah kalau berani!” tantang Pangeran Cili.

Pertarungan sengit pun terjadi. Pertarungan itu tampak seimbang. Rupanya, Pangeran Cili juga sangat mahir bermain silat. Keduanya silih berganti saling menyerang. Sudah empat belas hari empat belas malam pertempuran itu berlangsung, namun belum satu pun yang terkalahkan. Pada hari kelima belas, Pangeran Cili sudah mulai kelelahan, sedangkan Cerita Layang masih tampak segar bugar. Pada saat yang tepat, Cerita Layang melayangkan sebuah tendangan keras dan tepat mengenai rahang kanan Pangeran Cili. Tak ayal lagi, sang Pangeran pun jatuh tersungkur mencium lantai kapal dan tak mampu lagi melanjutkan pertarungan.

“Engkau memang sakti, Cerita Layang! Aku mengaku kalah,” kata Pangeran Cili.
Setelah itu, Pangeran Cili pun menyerahkan sebagian harta kekayaannya kepada Cerita Layang berupa tujuh buah gedung yang berada di Kolam Hulu dan Kolam Hilir, bermacam-macam mata uang ringgit, seperiuk intan, serta dua puluh satu karung emas kepada Cerita Layang. Namun, Cerita Layang tidak mengambil sepersen pun dari harta benda tersebut, melainkan mengembalikannya kepada Pangeran Cili.
“Hai, Pangeran Cili! Ambillah kembali harta bendamu itu sebagai tebusan atas seluruh hutang orang-orang yang berhutang kepadamu. Tapi, ingat! Kamu tidak boleh lagi kembali menagih hutang, apalagi menghabisi nyawa mereka!” ujar Cerita Layang.
“Baiklah, Cerita Layang! Aku berjanji tidak akan menagih hutang kepada mereka?” ucap Pangeran Cili.

Setelah itu, Cerita Layang kembali melanjutkan perjalanan untuk mengelana dari satu pulau ke pulau yang lain. Ketika ia sampai di sebuah ujung pulau, tampak dua buah rejung (kapal) yang hendak menepi. Rupanya, pemilik kedua rejung tersebut adalah rentenir juga. Mereka adalah Malim Kumat dan Malim Pantap. Alangkah terkejutnya Cerita Layang setelah menyelidiki isi kedua kapal itu. Ia melihat banyak benda-benda berharga milik Kerajaan Tanjung Pandan yang sangat dikenalinya. Ia yakin bahwa kedua rentenir tersebut baru pulang dari menagih hutang di Negeri Tanjung Pandan. Selain itu, Cerita Layang juga melihat dua remaja yang sedang di tawan di atas kapal itu. Namun, ia tidak mengetahui bahwa mereka adalah keponakannya sendiri, yaitu Sindiran Dewa dan Dewa Pasindiran, putra Ratu Tunggak atau kakak kandungnya. Sebab, kedua anak tersebut belum lahir ketika ia meninggalkan Negeri Tanjung Pandan.

“Wahai, Para Rentenir! Sebaiknya, kembalikan semua harta tersebut ke Kerajaan Tanjung Pandan, dan lepaskan kedua anak itu!” seru Cerita Layang.
Kedua rentenir tersebut tidak menghiraukan seruan Cerita Layang. Mereka justru menantang Cerita Layang untuk mengadu kekuatan. Akhirnya, pertarungan sengit pun terjadi antara Cerita Layang dengan kedua rentenir itu beserta anak buahnya. Pertarungan itu berlangsung selama berhari-hari dan pada akhirnya dimenangkan oleh Cerita Layang.
Sementara itu, Sindiran Dewa dan Dewa Pasindiran dapat meloloskan diri dan lari masuk ke dalam hutan pada saat pertempuran itu berlangsung. Di tengah hutan, mereka bersepakat berpisah untuk mengadu nasib sendiri-sendiri. Sindiran Dewa berlari menuju ke arah Muara Bengkulu dan menetap di sana. Menurut cerita, ia diangkat menjadi anak dan diajari ilmu bela diri oleh seorang hulubang yang bernama Hulubalang Anak Dalam Wirodiwongso.

Pada suatu hari, Sindiran Dewa mendengar kabar bahwa negerinya, Tanjung Pandan, hancur diserang oleh Pangeran Cili. Rupanya, pengaren dari Aceh itu belum juga jera setelah dikalahkan oleh Cerita Layang. Ia menawan ayah dan kakak perempuan Sindiran Dewa yang bernama Item Manis. Mendengar kabar tersebut, Sindiran Dewa memohon izin kepada ayah angkat sekaligus gurunya untuk pergi menyelamatkan ayahanda dan kakaknya yang di tawan oleh Pangeran Cili di Negeri Aceh.

Sindiran Dewa berlayar ke Negeri Aceh dengan menggunakan rejung. Setibanya di sana, ia menyelinap masuk ke kediaman Pangeran Cili untuk melepaskan ayahanda dan kakaknya, dan kemudian membawa mereka ke rejung yang ditambatkan di tepi laut. Begitu ia hendak mengayuh rejungnya meninggalkan Negeri Aceh, tiba-tiba Pangeran Cili muncul dari balik semak-semak bersama dua anak buahnya.
“Hai, Anak Muda! Siapa kamu? Berani sekali kamu membawa lari tawananku. Ayo, kembalikan mereka kepadaku!” seru Pangeran Cili.
“Ketahuilah, hai pangeran licik!  Aku ini putra Ratu Tunggak dari Kerajaan Tanjung Pandan! Jika kamu ingin mengambil tawananmu ini, langkahi dulu mayatku!” tantang Sindiran Dewa seraya melompat turun dari rejungnya.
“Dasar anak ingusan! Berani sekali kamu mengantarkan nyawamu kemari! Ayo majulah kalau berani!” seru Pangeran Cili.

Pertarungan sengit pun terjadi. Sindiran Dewa dikeroyok oleh Pangeran Cili bersama dua orang anak buanya. Baru saja pertarungan itu dimulai, tiba-tiba Dewa Pesindiran muncul membantu kakaknya. Tak berapa lama kemudian, Cerita Layang yang kebetulan lewat di tempat kejadian itu ikut membantu kedua putra Ratu Tanjung Pandan tersebut. Akhirnya pertarungan semakin seru, satu melawan satu. Sindiran Dewa dan adiknya melawan kedua anak buah Pangera Cili, sedangkan Cerita Layang berhadapan langsung dengan Pangeran Cili.
“Oh kamu lagi, hai Pangeran Cili! Rupanya kamu telah lupa pada janjimu dulu untuk tidak menjadi rentenir lagi!” seru Cerita Layang.
“Ketahuilah, hai Cerita Layang! Gara-gara kamu, aku menjadi bangkrut. Jadi, aku terpaksa kembali menjadi rentenir,” kata Pangeran Cili.
Cerita Layang merasa bahwa Pangeran Cili tidak bisa diberi ampun lagi.
“Dasar orang serakah! Terimalah pukulanku ini!” seru Cerita Layang seraya melepaskan sebuah pukulan keras dan cepat ke dada Pangeran Cili.

Pangeran Cili pun tidak mampu lagi menghindar. Ia terpelanting jauh dan jatuh tersungkur di tanah dan tewas seketika. Melihat pangeran dari Aceh tidak bergerak lagi, Cerita Layang segera membantu Sindiran Dewa dan Dewa Pesindiran. Dalam waktu singkat, mereka pun berhasil mengalahkan kedua anak buah Pangeran Cili tersebut. Setelah itu, suasana menjadi hening. Cerita Layang dan kedua pangeran dari Tanjung Pandan itu saling berpandangan. Meskipun belum saling mengenal, hati mereka terasa sangat dekat.
“Hai, anak muda! Siapa kalian dan berasal dari mana?” tanya Cerita Layang.  
“Kami adalah putra Ratu Tunggak dari Kerajaan Tanjung Pandan,” jawab Sindiran Dewa.
Cerita Layang langsung tersentak kaget. Ia hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan Sindiran Dewa.

“Apa katamu? Kalian putra Ratu Tunggak?” Cerita Layang kembali bertanya.
“Benar, Tuan! Apakah Tuan mengenal ayahanda kami?” sahut Dewa Pesindiran.
Tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya, Cerita Layang langsung merangkul Sindiran Dewa dan Dewa Pesindiran. Tak terasa air matanya mengalir karena terharu dapat bertemu dengan keponakannya. Sindiran Dewa dan adiknya pun terheran-heran melihat sikap Cerita Layang.
“Maaf, Tuan! Kenapa Tuan menangis dan memeluk kami seperti ini?” tanya Sindiran Dewa heran.

Mendengar pertanyaan itu, Cerita Layang perlahan-lahan melepaskan pelukannya.
“Ketahuilah, wahai anak-anakku! Aku ini paman kalian. Aku Cerita Layang, adik kandung ayah kalian,” ungkap Cerita Layang.
Mendengar keterangan itu, Sindiran Dewa dan adiknya pun tak kuasa membendung air matanya. Mereka ikut terharu dan gembira karena telah bertemu dengan paman mereka yang telah menghilang selama puluhan tahun.
“Maafkan kami, Paman! Kami tidak mengerti sama sekali bahwa orang yang selama ini menyelamatkan kami dari perbuatan jahat Pangeran Cili adalah Paman,” ucap Sindiran Dewa.
“Tidak apa-apa, anak-anakku! Lupakanlah semua kejadian itu. Mana ayahanda kalian?” tanya Cerita Layang.
“Ayahanda ada di atas rejung bersama Kak Itam Manis, Paman!” jawab Dewa Pesindiran.
Sindiran Dewa dan adiknya pun mengajak sang Paman menemui ayahanda dan kakak mereka. Betapa senangnya hati Ratu Tunggak bertemu kembali dengan adik kandungnya, Cerita Layang. Mereka pun saling berpelukan dalam suasana penuh haru.
Akhirnya, Cerita Layang bersama kakak dan ketiga ponakannya kembali ke Negeri Tanjung Pandan. Sejak itu, Cerita Layang memutuskan tinggal di Negeri Tanjung Pandan untuk membantu kakaknya menata kembali kerajaan yang telah diporak-porandakan oleh Pangeran Cili. Setelah suasana kembali normal, Pangeran Sindiran Dewa dinobatkan menjadi raja dan Cerita Layang diangkat menjadi penasehat kerajaan. Cerita Layang pun hidup berbahagia bersama kakak dan ketiga keponakannya di istana Tanjung Pandan.

* * *
Demikian cerita Cerita Layang dari Provinsi Bangka-Belitung, Indonesia. Pelajaran yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa gemar menolong orang lain, pada hakikatnya menolong diri kita sendiri. Semakin banyak menolong orang lain, maka Tuhan pun akan semakin sering menolong kita dengan cara yang tak terduga. Hal ini terlihat pada perilaku Cerita Layang. Berkat kegemarannya menolong lain, akhirnya Tuhan mempertemukan kembali dengan kakak kandungnya, Ratu Tunggak. Dikatakan dalam Tunjuk Ajar Melayu:
wahai ananda dengarlah manat,
tulus dan ikhlas jadikan azimat
berkorban menolong sesama umat
semoga hidupmu beroleh rahmat
(Samsuni/sas/177/12-09)

Belitungku.com Belitung News and Entertainment Online, Portal Berita Belitung dan Hiburan secara Online.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar