Terjemahan

Senin, 30 Maret 2015

Antu Berasuk

Antu Berasuk

Cerita yang telah tertutur dari mulut ke mulut dan berkembang luas di masyarakat Belitung ini bermula di sebuah kelekak ( kampong kecil zaman dulu,red.) yang sekarang bernama Simpang Tiga,Kecamatan Gantung,Belitung Timur.Hingga sekarang cerita ini menjadi semacam buku pegangan oleh para pemburu.
Berasuk merupakan salah satu cara berburu binatang huta,terutama pelanduk dengan bantuan anjing pemburu.Oleh karena asuk ( anjing,bahasa Belitung,red.) memainkan peran cukup besar,maka pemburuan ini di sebut nama berasuk.secara harfiah berarti hantu sedang berburu.
Umumnya,orang-orang yang sering berburu pada malam hari,pernah bahkan sering mendengar lolongan anjing menyayat hati menggambarkan kepiluan.Suara lolongan-lolongan anjing itu terdengar berasal dari hutan-hutan,terutama ketika bulan sedang purnama penuh.Konon,kabarnya suara lolongan itu pertanda sedang ada antu berasuk
Prosesi berasuk sendiri lazimnya di lakukan berkelompok dengan anggota 3 s/d 5 pemburu.Untuk mengarahkan binatang buruan biasanya terlebih dahulu memasang pepa ( penghalang,red ) terbuat dari ranting pohon kecil sepanjang 60 s/d 70 yang ditidurkan hingga setinggi 40 s/d 50 cm. pepa ini berfungsi sebagai pagar agar pelanduk yang terkurung dan tidak bisa melopatinya.Pepa ini lazimnya bisa mencapai 5 s/d 6 km,atau di sesuaikan dengan jumlah anggota dalam kelompok pemburuan tersebut.Pada rentangan pepa ,dalam jarak antara 80 s/d 100 meter sengaja di kosongkan untuk memasang jerat pelanduk atau lapun.
Lalu dimana fungsi anjing ? Nah anjing-anjing pemburu yang memang sudah terlatih biasanya di lepas di hutan.Dalam satu perburuan,jika terdengar suara salakan,berarti anjing sudah melihat seekor pelanduk dan segera mengejarkan.Berdasar suara salakan anjing itulah para pemburu mmendatangi arah darimana suara gonggongan tersebut berasal.
Akan halnya pelanduk yang terkurung dalam pepa biasanya tidak bisa keluar.Satu-satunya jalan keluar adalah ruang kosong pada rentangan pepa yang telah di pasangi lapun.Saat keluar di lubang itulah pelanduk akan terjerat atau masuk lapun.Pelanduk hasil buruan,bagian kepala di serahkan kepada kepala kampong sisanya di bagi rata antara anggota kelompok perburuan.
Kisah antu berasuk sendiri bermula di masa hidup penduduk Belitung masih betul-betul mengharapkan pada alam,terutama kepada hutan dimana orang Belitung masih banyak meninggali daerah pedalaman guna menghindari diri dari serangan para lanun atau bajak laut.
Alkisah,di sutu kelekak,sekarang Simpang Tiga,tinggalah sepasang suami istri.Sang suami adalah pemburu handal.Kehidupan keluarga itu tengah di naungi kebahagian.Sang istri sedang hamil.
Lazimnya orang yang sedang hamil,sang istri mengidamkan makanan yang aneh-aneh,dan harus dipenuhi.Suatu hari ia berkata pada sang suami,ngidam ingin makan daging “ pelanduk buting laki “.merasa kehendak itu adalh keinginan si jabang bayi dalam kandungan sang istri dan kecintaan mendalam pada istrinya,sang suami pun menyanggupi untuk memnuhi permintaan tersebut.
Singkat cerita setelah menyipkan perlengkapan,besama teman nya dan seekor anjing,ia berangkat ke hutan,mencari pelandok bunting laki,aku lum ken balik.”
Berhari-hari pemburu itu bersama teman-teman nya menjelajahi hutan untuk memenuhi kehendak istri.Tapi setiap berhasil mengkap pelanduk,yang bunting sekalipun,selalu pelanduk betina.Entah sampai kapan pelanduk laki bunting tidak akan di dapatkan.Naun demikian sang pemburu itu tetap bersikeras tidak akan pulang sebelum kehendak istri nya terpenuhi.
Karena sudah lebih dua pecan di dalam hutan,teman si peburu minta izin pulang ke kampung.Sang pemburu itupun tidak keberatan kepada teman nya,sebelum pulang,ia berpesan agar istri tetap bersabar karena pelanduk bunting laki belum di temukan karena itulah ia belum mau pulang ke rumah.
Setiba di kampung,teman si pemburu itupun menyampaikan pesan suaminya kepada istri nya.Ia juga menceritakan segala hal ihkwal perburuan nya yang selalu mendapatkan pelanduk betina yang bunting,tak pernah ketemu berjenis laki-laki
Mendengar cerita itu,betapa sedih hati sang istri pemburu.Sebab suaminya telah salah menerima ucapan nya sebab yang dia maksud bukanlah pelanduk laki yang bunting,tapi pelanduk betina,bunting yang dalam perut nya laki-laki.
Tiga bulan setelah kepergian suaminya berburu,denga bantuan pengguling ( bidan kampung,red. ),sang istri pun melahirkan bayi laki-laki.Sementara itu tak satupun penduduk kelekak,tersebut yang tau menau kabar sang pemburu di dalam hutan.
Puluhan tahun berlalu.Sang anak beranjak tumbuh besar,menjadi pemuda yang gagah.Namun,ia tetap bertanya-tanya,kenapa tak pernah melihat ayah nya.Maka ia pun menanyakan hal ikhwal ayah nya kepada sang ibu.Di desak anak satu-satunya sang ibu pun dengan berat hati menceritakan bahwa,ayahnya sedang pergi ke hutan untuk mencari pelanduk bunting laki buat dirinya semasa masih dala kandungan dan belum kembali hingga sekarang.
Mendengar cerita itu,sang anak merasa bahwa kepergian ayahnya yang tidak kembali lagi karena ia sendiri.Hingga,sejak mendengar cerita itu,ia berusaha untuk mencari ayah nya.Jalan pertema adalah menanyakan dimana ia bisa menemuhi ayahnya kepada teman ayahnya terakhir berasuk dulu.Oleh teman si pemburu,ia di beritau bahwa ayahnya sering terlihat di pinggir hutan dekat arungan/arongen ( aliran anak sungai yang melintas di sekitar pemukiman yang sering di gunakan penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan air.red ).
Mendapat informasi tersebut,segera si anak pemburu itu menuju arungan di tepi hutan seeperti yang di tunjukan menunggu kemunculan ayahnya.Namun,setelah beberapa kali menunggu,sang ayah tak juga muncul.Karena itu ia pun mengubah cara untuk melihat dan menemuhi ayanya.,dengan cara bersembunyi.
Suatu sore tampak ayahnya terlihat singgah di tepi hutan dekat arungan.melihat keemunculan ayahnya,bukan kepalang gembiranya sang anak.Tak sadar ia memanggil nama ayahnya sambil berlari menghambur ke tempat ayahnya berdiri.Terperanjat ( terkejut dan kaget.red ) mendengar suara panggilan seorang anak dan berlari menghambur ke arahnya sang ayahpun segera berlari masuk kedalam hutan.
Kendati hasrat untuk melihat sang ayah telah terpenuhi,tetap saja sang anak belum merasa puas.Ia pun segera duduk di bekas ayahnya tadi duduk.Saking menahan jengkel ia menebang sebatang pohon rotan segab ( satu jenis rotan.red ).Sambil berjongkok potongan rotan tadi di buatnya simpai ( anyaman rotan berbentuk lingkaran yang biasa di gunakan untuk pengikat.red ) dengan menggunakan lipatan lutut dan pahanya sebagai ukuran.Setelah selesai,simpai tiupun di lepaskan nya dari lipatan kakinya.Karena hari sudah gelap,ia bergegas dengan meninggalkan simpai nya begitu saja.
Esok paginya sang anak kembali lagi ke pinggir hutan itu bermaksud untuk mengambil simpai nya yang tertinggal.Tapi apa yang di lihatnya ? Di kejauhan ia melihat ayahnya sedang asyik bermain-main dengan simpai nya kemaren.Sesekali simpai itu ia masukan ke atas kepala,ke lengan nya,kebesaran.Penasaran tak bisa mengenakan simpai tadi,ia pun segera duduk berjongkok.Tanpa sadar ia memasukan simpai ke lipatan lutut dan pahanya,hingga masuklah simpai tersebut dengan pas.Hingga ia tak bisa berdiri.
Melihat simpai itu masuk ke lipatan paha dan lutut ayahnya,sang anak pun segera berlari menghampiri.Ia pun segera menangkap ayahnya sambil menangis sesunggukan.
“ Sape kau lup ? ( siapa kamu ? ) “ Tanya sang ayah kepada sang anak yang memeluk nya itu,sambil terkaget-kaget.
Di Tanya demikian,si anak tak menjawab sepatah kata pun.Ia hanya mengelus-ngelus jenggot ayahnya yang panjang.
Dengan gemetar di pegang nya tangan si anak,sambil bertanya kembali, “ Sape kau ne sebenare anak mude ? “( Siapa kamu sebenarnya anak muda ? )
Si anak pun segera menjawab,” aku adalah anakmu,ayah aku lah anak yang ada di dalam perut ibu ketika ayah pergi berburu mencari pelanduk bunting laki,”
Mendengar jawaban si anak,sang ayah kerasa betapa lama waktu telah di lewatkan nya untuk mencari pelanduk bunting laki.Kalau melihat anak yang besar dan kuat di hadapanya,pastilah sudah pulahan tahun..Menyadari hal itu,ingin rasanya ia kembai pulang ke rumah tinggal bersama anak dan istrinya.Tapi karena ia telah bersumpa bahwa,ia tidak akan kembali sebelum membawa pelanduk bunting laki di tangan nya ia mengurungkan niat tersebut.
Sang anak pun terus berusaha membujuk ayahnya agar segera kembali.Lagi pula,idaman ibunya sudah tidak mungkin di mintai karena si anak sudah lahir dan sudah tumbuh sehat dan baik.
Kendati sudah di bujuk-bujuk sang ayah tetap bersikeras akan terus mengembara di hutan belantara mencari pelanduk bunting laki.Ia pun berkata pada anaknya.” Baiklah nak,sekarang kau pulang lah.Sampaikan kepada ibumu,aku tak akan kembali sebelum pelanduk bunting laki ada di tanganku.”
Cuma pesan ku,lanjut si pemburu,”Jika kau pergi berasuk perhatikan pesan ini.Jika berasuk bulan purnama sembilan ( hari kesembilan bulan muncul ),jangan kau ambil pelanduk yang lekat di sebelah kiri,tengah dan kanan dari lapunmu.Pelanduk itu bagian ku.Lalu,jika bulan raya tujuh belas ( hari ke -17 bulan muncul,purnama penuh ),itu bagian ku.Dan kalau bulan purnama sudah ke -27 dan seterusnya,kami sudah ke laut untuk mencari ikan.’
Mendengar pesan itu,si anak jadi heran kenapa ayahnya masih juga mau mendapatkan pelanduk.Seteleh di terangkan si ayah,barulah ia tahu bahwa,ayahnya telah terikat oleh sumpah di hadapan ibunya.Dengan berat hati,si anakpun mohon diri kepada ayah nya sambil berujar.” Ayah,bagaimanapun kau tetap ayahku.Namun jika ayah tidak mau kembali ke rumah,apa boleh buat.Ananda akan mematuhi pesan ayah dan akan ku jaga ibu baik-baik.Ananda mohon pamit ayah,” Sesudah mengucapkan kata-kata perpisahan itu,sang anak pun melepaskan simpai yang “ Menjerat “ kaki ayahnya dan sang ayah segera menghilang ke hutan belantara,melanjutkan pemburuan nya.
Setiba di rumahSang anak menceritakan perihal pertemuan dengan ayahnya di pinggir hutan tadi.Sang ibu pun isa memahami bahwa suaminya tak akan kembali ke masyarakat ramai dan ia segera berdoa semoga kesalahanya di ampunkan yang kuasa.Sejak itu kedua anak beranak ini selalu memperhatikan tanda-tanda purnama dan sang anak selalu melakukan ayahnya demi “ pengabdian “ kepada sang ayah.
***
Menurut informasi,setiap pemburu yang mendapatkan pelanduk di lapun mereka pada bulan ke sembilan,tak pernah mereka mengambil pelanduk-pelanduk yang terjerat di lapun pertama,tengah dan akhir.Demikian pula ketika pada purnama penuh tujuh belas,mereka tak pernah mengambil pelanduk yang lekat di lapun yang selang seling.
Bahkan,menurut cerita,banyak pemburu di belitung tak berani pergi berburu ke hutan pada malam purnama penuh tujuh belas hari bulan,karena mereka takut atau khawatir bertemu dengan antu berasuk.Namun,bagi pemburu berpengalaman,bulan purnama tujuh belas itu justru menjai saat yang tepat untuk berburu.Konon kabarnya,mereka dapat mengajak antu berasuk tadi untuk bekerjasama berasuk dengan sistem bagi hasil.Jika kena lapun ganjil berarti punya antu berasuk dan jika kena lapun genap berarti milik pemburu.Pada malam tujuh belas ini sering terdengar lolongan asuk merindukan tulang,konon kabarnya suara lolongan itu adalah milik anjing si suami tadi yang masih terus gentayangan di hutan-hutan bersama sang tuan nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar