Antu Berasuk
Cerita yang telah tertutur dari mulut ke mulut dan berkembang luas di
masyarakat Belitung ini bermula di sebuah kelekak ( kampong kecil
zaman dulu,red.) yang sekarang bernama Simpang Tiga,Kecamatan Gantung,Belitung
Timur.Hingga sekarang cerita ini menjadi semacam buku pegangan oleh para
pemburu.
Berasuk merupakan salah satu cara
berburu binatang huta,terutama pelanduk dengan bantuan anjing pemburu.Oleh
karena asuk ( anjing,bahasa Belitung,red.) memainkan peran cukup
besar,maka pemburuan ini di sebut nama berasuk.secara harfiah berarti
hantu sedang berburu.
Umumnya,orang-orang yang sering
berburu pada malam hari,pernah bahkan sering mendengar lolongan anjing menyayat
hati menggambarkan kepiluan.Suara lolongan-lolongan anjing itu terdengar
berasal dari hutan-hutan,terutama ketika bulan sedang purnama
penuh.Konon,kabarnya suara lolongan itu pertanda sedang ada antu berasuk
Prosesi berasuk sendiri lazimnya di
lakukan berkelompok dengan anggota 3 s/d 5 pemburu.Untuk mengarahkan binatang
buruan biasanya terlebih dahulu memasang pepa ( penghalang,red )
terbuat dari ranting pohon kecil sepanjang 60 s/d 70 yang ditidurkan hingga
setinggi 40 s/d 50 cm. pepa ini berfungsi sebagai pagar agar pelanduk yang
terkurung dan tidak bisa melopatinya.Pepa ini lazimnya bisa mencapai 5 s/d 6
km,atau di sesuaikan dengan jumlah anggota dalam kelompok pemburuan
tersebut.Pada rentangan pepa ,dalam jarak antara 80 s/d 100 meter sengaja di
kosongkan untuk memasang jerat pelanduk atau lapun.
Lalu dimana fungsi anjing ? Nah
anjing-anjing pemburu yang memang sudah terlatih biasanya di lepas di
hutan.Dalam satu perburuan,jika terdengar suara salakan,berarti anjing sudah
melihat seekor pelanduk dan segera mengejarkan.Berdasar suara salakan anjing
itulah para pemburu mmendatangi arah darimana suara gonggongan tersebut
berasal.
Akan halnya pelanduk yang terkurung
dalam pepa biasanya tidak bisa keluar.Satu-satunya jalan keluar adalah ruang
kosong pada rentangan pepa yang telah di pasangi lapun.Saat keluar di lubang
itulah pelanduk akan terjerat atau masuk lapun.Pelanduk hasil buruan,bagian
kepala di serahkan kepada kepala kampong sisanya di bagi rata antara anggota
kelompok perburuan.
Kisah antu berasuk sendiri bermula
di masa hidup penduduk Belitung masih betul-betul mengharapkan pada
alam,terutama kepada hutan dimana orang Belitung masih banyak meninggali daerah
pedalaman guna menghindari diri dari serangan para lanun atau bajak laut.
Alkisah,di sutu kelekak,sekarang
Simpang Tiga,tinggalah sepasang suami istri.Sang suami adalah pemburu
handal.Kehidupan keluarga itu tengah di naungi kebahagian.Sang istri sedang
hamil.
Lazimnya orang yang sedang
hamil,sang istri mengidamkan makanan yang aneh-aneh,dan harus dipenuhi.Suatu
hari ia berkata pada sang suami,ngidam ingin makan daging “ pelanduk buting
laki “.merasa kehendak itu adalh keinginan si jabang bayi dalam kandungan sang
istri dan kecintaan mendalam pada istrinya,sang suami pun menyanggupi untuk
memnuhi permintaan tersebut.
Singkat cerita setelah menyipkan
perlengkapan,besama teman nya dan seekor anjing,ia berangkat ke hutan,mencari
pelandok bunting laki,aku lum ken balik.”
Berhari-hari pemburu itu bersama
teman-teman nya menjelajahi hutan untuk memenuhi kehendak istri.Tapi setiap
berhasil mengkap pelanduk,yang bunting sekalipun,selalu pelanduk betina.Entah
sampai kapan pelanduk laki bunting tidak akan di dapatkan.Naun demikian sang
pemburu itu tetap bersikeras tidak akan pulang sebelum kehendak istri nya terpenuhi.
Karena sudah lebih dua pecan di
dalam hutan,teman si peburu minta izin pulang ke kampung.Sang pemburu itupun
tidak keberatan kepada teman nya,sebelum pulang,ia berpesan agar istri tetap
bersabar karena pelanduk bunting laki belum di temukan karena itulah ia belum
mau pulang ke rumah.
Setiba di kampung,teman si pemburu
itupun menyampaikan pesan suaminya kepada istri nya.Ia juga menceritakan segala
hal ihkwal perburuan nya yang selalu mendapatkan pelanduk betina yang
bunting,tak pernah ketemu berjenis laki-laki
Mendengar cerita itu,betapa sedih
hati sang istri pemburu.Sebab suaminya telah salah menerima ucapan nya sebab
yang dia maksud bukanlah pelanduk laki yang bunting,tapi pelanduk
betina,bunting yang dalam perut nya laki-laki.
Tiga bulan setelah kepergian
suaminya berburu,denga bantuan pengguling ( bidan kampung,red. ),sang istri pun
melahirkan bayi laki-laki.Sementara itu tak satupun penduduk kelekak,tersebut
yang tau menau kabar sang pemburu di dalam hutan.
Puluhan tahun berlalu.Sang anak
beranjak tumbuh besar,menjadi pemuda yang gagah.Namun,ia tetap
bertanya-tanya,kenapa tak pernah melihat ayah nya.Maka ia pun menanyakan hal
ikhwal ayah nya kepada sang ibu.Di desak anak satu-satunya sang ibu pun dengan
berat hati menceritakan bahwa,ayahnya sedang pergi ke hutan untuk mencari
pelanduk bunting laki buat dirinya semasa masih dala kandungan dan belum
kembali hingga sekarang.
Mendengar cerita itu,sang anak
merasa bahwa kepergian ayahnya yang tidak kembali lagi karena ia
sendiri.Hingga,sejak mendengar cerita itu,ia berusaha untuk mencari ayah
nya.Jalan pertema adalah menanyakan dimana ia bisa menemuhi ayahnya kepada
teman ayahnya terakhir berasuk dulu.Oleh teman si pemburu,ia di beritau bahwa
ayahnya sering terlihat di pinggir hutan dekat arungan/arongen ( aliran anak
sungai yang melintas di sekitar pemukiman yang sering di gunakan penduduk
setempat untuk memenuhi kebutuhan air.red ).
Mendapat informasi tersebut,segera
si anak pemburu itu menuju arungan di tepi hutan seeperti yang di tunjukan
menunggu kemunculan ayahnya.Namun,setelah beberapa kali menunggu,sang ayah tak
juga muncul.Karena itu ia pun mengubah cara untuk melihat dan menemuhi
ayanya.,dengan cara bersembunyi.
Suatu sore tampak ayahnya terlihat
singgah di tepi hutan dekat arungan.melihat keemunculan ayahnya,bukan kepalang
gembiranya sang anak.Tak sadar ia memanggil nama ayahnya sambil berlari
menghambur ke tempat ayahnya berdiri.Terperanjat ( terkejut dan
kaget.red ) mendengar suara panggilan seorang anak dan berlari menghambur ke
arahnya sang ayahpun segera berlari masuk kedalam hutan.
Kendati hasrat untuk melihat sang
ayah telah terpenuhi,tetap saja sang anak belum merasa puas.Ia pun segera duduk
di bekas ayahnya tadi duduk.Saking menahan jengkel ia menebang sebatang pohon
rotan segab ( satu jenis rotan.red ).Sambil berjongkok potongan rotan tadi di
buatnya simpai ( anyaman rotan berbentuk lingkaran yang biasa di
gunakan untuk pengikat.red ) dengan menggunakan lipatan lutut dan pahanya
sebagai ukuran.Setelah selesai,simpai tiupun di lepaskan nya dari lipatan
kakinya.Karena hari sudah gelap,ia bergegas dengan meninggalkan simpai nya
begitu saja.
Esok paginya sang anak kembali lagi
ke pinggir hutan itu bermaksud untuk mengambil simpai nya yang tertinggal.Tapi
apa yang di lihatnya ? Di kejauhan ia melihat ayahnya sedang asyik bermain-main
dengan simpai nya kemaren.Sesekali simpai itu ia masukan ke atas kepala,ke
lengan nya,kebesaran.Penasaran tak bisa mengenakan simpai tadi,ia pun segera
duduk berjongkok.Tanpa sadar ia memasukan simpai ke lipatan lutut dan
pahanya,hingga masuklah simpai tersebut dengan pas.Hingga ia tak bisa berdiri.
Melihat simpai itu masuk ke lipatan
paha dan lutut ayahnya,sang anak pun segera berlari menghampiri.Ia pun segera
menangkap ayahnya sambil menangis sesunggukan.
“ Sape kau lup ? ( siapa kamu ? ) “
Tanya sang ayah kepada sang anak yang memeluk nya itu,sambil terkaget-kaget.
Di Tanya demikian,si anak tak
menjawab sepatah kata pun.Ia hanya mengelus-ngelus jenggot ayahnya yang
panjang.
Dengan gemetar di pegang nya tangan
si anak,sambil bertanya kembali, “ Sape kau ne sebenare anak mude ? “( Siapa
kamu sebenarnya anak muda ? )
Si anak pun segera menjawab,” aku
adalah anakmu,ayah aku lah anak yang ada di dalam perut ibu ketika ayah pergi
berburu mencari pelanduk bunting laki,”
Mendengar jawaban si anak,sang ayah
kerasa betapa lama waktu telah di lewatkan nya untuk mencari pelanduk bunting
laki.Kalau melihat anak yang besar dan kuat di hadapanya,pastilah sudah pulahan
tahun..Menyadari hal itu,ingin rasanya ia kembai pulang ke rumah tinggal
bersama anak dan istrinya.Tapi karena ia telah bersumpa bahwa,ia tidak akan
kembali sebelum membawa pelanduk bunting laki di tangan nya ia mengurungkan
niat tersebut.
Sang anak pun terus berusaha
membujuk ayahnya agar segera kembali.Lagi pula,idaman ibunya sudah tidak
mungkin di mintai karena si anak sudah lahir dan sudah tumbuh sehat dan baik.
Kendati sudah di bujuk-bujuk sang
ayah tetap bersikeras akan terus mengembara di hutan belantara mencari pelanduk
bunting laki.Ia pun berkata pada anaknya.” Baiklah nak,sekarang kau pulang
lah.Sampaikan kepada ibumu,aku tak akan kembali sebelum pelanduk bunting laki
ada di tanganku.”
Cuma pesan ku,lanjut si
pemburu,”Jika kau pergi berasuk perhatikan pesan ini.Jika berasuk bulan purnama
sembilan ( hari kesembilan bulan muncul ),jangan kau ambil pelanduk yang lekat
di sebelah kiri,tengah dan kanan dari lapunmu.Pelanduk itu bagian ku.Lalu,jika
bulan raya tujuh belas ( hari ke -17 bulan muncul,purnama penuh ),itu bagian
ku.Dan kalau bulan purnama sudah ke -27 dan seterusnya,kami sudah ke laut untuk
mencari ikan.’
Mendengar pesan itu,si anak jadi
heran kenapa ayahnya masih juga mau mendapatkan pelanduk.Seteleh di terangkan
si ayah,barulah ia tahu bahwa,ayahnya telah terikat oleh sumpah di hadapan
ibunya.Dengan berat hati,si anakpun mohon diri kepada ayah nya sambil berujar.”
Ayah,bagaimanapun kau tetap ayahku.Namun jika ayah tidak mau kembali ke
rumah,apa boleh buat.Ananda akan mematuhi pesan ayah dan akan ku jaga ibu
baik-baik.Ananda mohon pamit ayah,” Sesudah mengucapkan kata-kata perpisahan
itu,sang anak pun melepaskan simpai yang “ Menjerat “ kaki ayahnya dan sang
ayah segera menghilang ke hutan belantara,melanjutkan pemburuan nya.
Setiba di rumahSang anak
menceritakan perihal pertemuan dengan ayahnya di pinggir hutan tadi.Sang ibu
pun isa memahami bahwa suaminya tak akan kembali ke masyarakat ramai dan ia
segera berdoa semoga kesalahanya di ampunkan yang kuasa.Sejak itu kedua anak
beranak ini selalu memperhatikan tanda-tanda purnama dan sang anak selalu
melakukan ayahnya demi “ pengabdian “ kepada sang ayah.
***
Menurut informasi,setiap pemburu yang mendapatkan pelanduk di lapun
mereka pada bulan ke sembilan,tak pernah mereka mengambil pelanduk-pelanduk
yang terjerat di lapun pertama,tengah dan akhir.Demikian pula ketika pada
purnama penuh tujuh belas,mereka tak pernah mengambil pelanduk yang lekat di
lapun yang selang seling.
Bahkan,menurut cerita,banyak
pemburu di belitung tak berani pergi berburu ke hutan pada malam purnama penuh
tujuh belas hari bulan,karena mereka takut atau khawatir bertemu dengan antu
berasuk.Namun,bagi pemburu berpengalaman,bulan purnama tujuh belas itu justru
menjai saat yang tepat untuk berburu.Konon kabarnya,mereka dapat mengajak antu
berasuk tadi untuk bekerjasama berasuk dengan sistem bagi hasil.Jika kena lapun
ganjil berarti punya antu berasuk dan jika kena lapun genap berarti milik
pemburu.Pada malam tujuh belas ini sering terdengar lolongan asuk merindukan
tulang,konon kabarnya suara lolongan itu adalah milik anjing si suami tadi yang
masih terus gentayangan di hutan-hutan bersama sang tuan nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar