cerita rakyat Raja Badau
Pada tahun 1500
datanglah seorang bangsawan dari jawa yang berasal dari kerajaan
majapahit ke pulau Belitung terlebih dahulu menuju ke kesultan
Palembang.Bangsawan ini adalah Datuk Mayang Gersik.Kedatangan beliau ke
pulau Belitung dalam perjalanannya mencari obat untuk mengobati penyakit
yang sedang di deritanya, atas anjuran sultan Badarudin, beliau menuju
kepulau Belitung memasuki sungai Cerucuk dan menetap di kota
karang(Cerucuk).
Kemudian
beliau di kota karang ini hanya untuk beberapa waktu saja yang
disebabkan karena ancaman bajak laut atau lanun-lanun yang selalu
berkeliaran di sepanjang jalur pelayaran sungai Cerucuk.Karena keamanan
kurang terjamin,maka beliau meneruskan perjalanan untuk mencari tempat
yang masih aman dan menetap.Beliau meneruskan perjalanan memasuki sungai
Cerucuk sampai ke hulu sungai dan memasuki lagi sungai berang dan kemudian menetap di kaki gunong badau (daerah Pelulusan).
Setelah
didapati obat yang akhirnya dapat menyembuhkan penyakit yang di
deritanya dan penghidapan sudah menetap akhirnya beliau menikah dengan
penduduk setempat dari perkawinan inilah lahir seorang putra yang
bernama Batin Badau.
Pada
masa pemerintahannya Datuk Mayang Gersik dapat menakhlukan daerah
sekitarnya seperti Badau,Ibul,Bangek,Bentaian,Simpangtige bahkan jauh
sampai ke daerah Buding,Manggar serta daerah Gantong juga tunduk atas
pemerintahan beliau yang arif dan bijaksana itu.
Setelah
beliau memerintah cukup lama, datanglah utusan dari pulau jawa dengan
perantaran kesultanan Palembang yang membawa alat-alat kekuasaan dan
kebesaran yang berarti Datuk Mayang Gersik tunduk kepada kerajaan
Majapahit yang ada di pulau jawa.Alat-alat kekuasaan dan kebesaran
tersebut berupa :
1. Sebilah tombak berlok 13
2. Sebilah keris
3. Sebuah periuk api
4. Sebuah ular-ularan dan
5. Sepasang bendera Merah dan Putih
Dari
tombak berlok 13 dapat kita pastikan bahwa itu benar-benar berasal dari
kerajaan majapahit.Tombak ini sampai sekarang masih dipegang oleh
keturunan beliau yaitu kik djoeki.Karena kesaktiannya tombak itu tidak
sembarangan orang dapat memegangnya dan begitu pula tidak boleh di
keluarkan sampainpada batas pintu depan rumah kik djoeki
tersebut.Sedangkan bendera yang di bawa itu merupakan bendera yang
terbentuk segitiga sikusiku yang terpisah antara merah dan putihnya yang
sudah kita kenal semenjak kerajaan majapahit berkuasa di numi nusantara
ini.Dengan tersebarnya bendera ini, menunjukan betapa megahnya bendera
ini di tanah air sejak dulu kala.Sayang sekali bendera ini sudah tidak
ada lagi karena lamanya dan begitu pula alat-alat kekuasaan seperti
periuk api sudah tidak ada.Hanya tombaklah yang dapat membuktikan akan
kebesaran kerajaan badau sampai saat ini.
Selain
dari alat-alat kekuasaan dan kebesaran tersebut terdapat pula
seperngkat alat-alat kesenian berupa: gong,kelinang dll.Kesemua
alat-alat kebesaran dan kekuasaan ini tidak dapatv disatukan di museum
UPT Belitung di Tanjungpandan dengan peninggalan-peninggalan lainnya
dari kerajaan balok dan belantu oleh karena itu yang dapat kita lihat di
museum terseut hanyalah peninggalan dari kerajaan Balok dan Belantu
saja.
Setelah
Datuk Mayang Gersik wafat dan di makamkan di atas gunong lilangan maka
kekuasaan dilanjutkan oleh putra beliau, Batin Badau.Batin Badau tidak
dapat memerintah lebih lama dimana akhirnya beliaupun wafat dan di
makamkn di samping makam ibunya di kaki gunong Badau.Kemudian pemerintahan
dilanjutkan oleh Badih Patah masa pemerintahan beliau tidak banyak
hal-hal yang diketahui hingga wafatnya di makamkan di atas gunong
lilangan yang berdekatan dengan makam Datuk Mayang Gersik.Dari bdin
Patah pemerintahan dilanjutkan oleh Datuk Badu
kemudian pemerintahannya di serahkan ke Datuk Deraim.Seperti halnya
dengan raja-raja terdahulu maka Datuk Badu dan Datuk Deraim wafat nya
juga di makamkan di gunon g lilangan.
Setelah
Datuk Deraim wafat pemerintahan dilanjutkan oleh Datuk Abdul
Rachman.Pada masa pemerintahan beliau pulau Belitung sudah di jajah
Belanda sehingga beliau memerintah di bawah kekeuasaan Belanda.Datuk
Abdul Rachman diangkat Belanda menjadi kepala Distrik Badau dengan
besluit No.15 tanggal 25 oktober 1853, sedangkan gaji beliau tidak di
bayar pemerintahan Belanda ,melainkan oleh rakyat jajahannya dengan
berkerja selama lima hari dalam setahun untuk pembayaran gaji tersebut
secara berkelompok.Begitulah kejamnya penjajahan Belanda yang
semata-mata hanya untuk mengeruk keuntungnnya saja.
Beliau
berhenti dari perkerjaannya setelah jabatan kepala distrik di hapuskan
dan di pindahkan ke Tanjngpandan dan untuk selanjutnya jabatan tersebut
diganti dengn pangkat mandor kampong.
Setelah
Datuk Abdul Rachman wafat dan di makamkan di atas gunong lilangan
jabatan dipegang oleh Datuk Abdul Lawal yang berkedudukan di Badau
beliau diangkat sebagai mandor kampong Badau.Dari perkawiananya beliau
mempunyai seorang putra yaitu Kik Mohammad arief.Sebagai pengganti Datuk
Abdul Lawal yang wafat dan di makamkan di kampong Badau.Pada masa
pemerintahan Kik Mohammad Arief mandor kampong diganti menjdi dengan
pangkat lurah kampong Badau, beliau memerintah sebagai lurah yang
mengawasi daerah sekitarnya dan beliau juga memegang alat-alat kebesaran
dan kekuasaan yang suah turun temurun itu.Dapat di tambahkan selain
dari alat-alat tersebut masih terdapat tiga buah pedang pengawal Datuk
Mayang Gersik hingga kini alat-alat kekeuasaan tersebut masih ada berupa
tombak berlok 13, tiga buah pedang beberapa keeping kayu gharu yang
dianggap memepunyai khasiat bagi sesuatu hal dalam kampong Badau dan
sekitarnya.
kik
Mohammad Arief mepunyai yujuh orang anak, anaknya yang sulung bernama
Djamal melihat dari silsilahnya maka Djamal inilah yang hak atas
alat-alat kekuasaan dan kebesaran itu sebagai pengganti Kik Mohammad
Arief.Djamal mempunyai dua orang anak itu tidak sanggup untuk memegang
alat-alat tersebut begitu pula diantara kedua orang anaknya maka pe
ninggalan tersebut diserahkan kepda adik kandung kik Mohammad Arief yang
bungsu yaitu Kik Djoeki.KIk Mohammad Arief wafat dan di makamkan di
kampong Badau hingga kini pennggalan tersebut dipegang oleh kik Djoeki
yang berada di kampong Badau Kik Djoeki empunyai tujuh orang anak
putranya yang sulung ialah Djohar yang kemungkinan besar akan
menggantikan beliau untuk memegang benda-benda peninggalan tersebut.
Akhirnya
Dapat kita tarik kesimpulan betapa besarnya kekuasaan raja badau dan
betapa agungnya jiwa yang terdapat dalm raganya yang dapat di buktikan
dengan kelimakam yamg berada di atas gunong lilangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar