Dongeng Asal-Usul Belitung
Pada
zaman dahulu, dipulau Bali memerintah seorang raja yang adil dan
bijaksana serta disegani dan disayangi oleh rakyatnya. Beliau mempunyai
seorang putri yang cantik, sesuailah sebagai putri seorang raja. Karena
putri tersebut sudah dewasa, maka seperti biasa tentu ada di antara pria
yang hendak melamar putri tersebut
Pada suatu hari datanglah seorang putra mahkota dari kerajaan lain dengan maksud ingin melamar putri tersebut, tetapi nasibnya tidak ditentukan, walaupun baginda menerima lamaran tetapi yang menentukan adalah putri sendiri. Rupanya lamaran itu tidak diterima oleh putri sehingga tidak dapat berbuat apa-apa
Begitulah selanjutnya sehingga sampai sembilan raja atau anak raja yang ingin melamar, tetapi semuanya ditolak oleh putri baginda. Oleh karena itu baginda merasa heran akan kelakuan putrinya itu. Karena disamping baginda merasa malu dengan raja-raja tersebut, juga baginda malu kepada rakyatnya. Ditambah lagi merasa kecewa kalau-kalau putri baginda mempunyai sesuatu hal pada dirinya yang tidak diketahui baginda.
Disuatu ketika baginda bermusyawarah dengan permaisuri untuk menanyakan dan memeriksa tentang sebab-sebab putrinya berbuat semacam itu. Disuatu saat yang baik, ibu putri raja memanggil anaknya dan menanyakan mengapa dia berbuat demikian. Maka dengan rasa sedih bercampur haru putrinya menjawab bahwa bukan dia tidak mau menerima lamaran itu. Akan tetapi disebabkan karena menderita suatu penyakit pada alat kelaminnya
Mendengar jawaban yang demikian barulah ibunya maklum dan merasa sedih dengan nasib anaknya yang hanya satu –satunya itu. Berita itu disampaikan oleh permaisuri kepada baginda. Sesudah baginda mendengarkan hal yang demikian bunyinya, baginda merasa sedih dan terharu memikirkan nasib putrinya.
Kemudian baginda memberikan kabar kepada semua kerajaan, siapa saja yang bisa mengobati penyakit putrinya itu. Sudah bermacam-macam cara yang dilakukannya, tidak seorang pun yang bisa menyembuhkan penyakit. Maka bermusyawarahlah baginda dengan permaisuri serta semua isi istana. Kemudian putuslah suatu mufakat untuk mengasingkan putri tersebut kesuatu semenanjung yang letaknya di bagian utara pulau Bali.
Sesudah semua siap, pada suatu hari berangkatlah putri itu diantar oleh baginda suami-istri serta pengawal, mentri dan hulubalang secara bersama-sama seluruh isi istana dengan bekal yang lengkap. Setelah sampai ke tempat yang dituju, didalam sebuah hutan, di sanalah putri itu ditinggalkan seorang diri dengan maksud agar sembuh penyakitnya, kemudain baginda beserta rombongan pergi dari tempat itu dengan perasaan sedih, tetapi apa boleh buat keselamatanlah yang diharapkan untuk putrinya.
Setelah beberapa lama, sekali-sekali datanglah pengawal istana ke tempat pengasingan putri itu untuk melihat –lihat keadaannya dan membawa bekal keperluan hidupnya untuk masa yang akan datang. Tentang keadaan putri itu, sepeninggalan orang-orang pulang ke istana, sebagai penjaga dan temannya adalah seekor anjing jantan yang setia dan disayanginya. Pada suatu hari putri sedang buang air kecil, anjing itu berdiri di depan putri. Karena sudah menjadi sifat bagi anjing, maka air kencing yang mengalir itu terus dijilati sampai habis dan sampai akhirnya sampai kedekat putri itu. Sesudah air kencing yang didekat putri habis, anjing itu langsung menjilati sisa – sisa yang masih ada pada alat kelamin putri itu yang sengaja dibiarkan. Begitulah berlangsung hampir setiap saat. Akhirnya dengan kehendak Yang Maha Kuasa, maka lama kelamaan penyakit yang diderita putri sembuh.
Akan tetapi sudah menjadi hukum alam, manusia itu tetap lemah. Demikian pula putri itu. Dia seorang gadis remaja yang mengharapkan kasih mesra dari seorang kekasih. Karena tanpa pengawasan, apalagi asmara sedang bergejolak, maka perbuatan dengan anjing kesayangannya itu berubah menjadi pelampiasan nafsu asmara. Demikian hari berganti pekan, pekan berganti bulan, akhirnya hubungan kelamin antara dua mahluk yang berlainan jenis dan keturunan itu menjadikan putri hamil
Ketika rombongan dari istana datang melihat seperti yang sudah sudah, kelihatan keadaan putri sudah mengalami perubahan. Kepala rombongan menanyakan hal ihwal yang dialami oleh putri itu. Dengan terus terang putri itu bercerita halnya dari awal sampai akhir
Selesai mendengar pengakuan putri itu, rombongan pulang lagi ke istana. Sampai di istana kepala rombongan menghadap baginda dan bercerita hal – hal yang dilihatnya dan pengakuan putri yang diungkapkan seadanya. Mendengar kejadian itu baginda menjadi marah, ingin rasanya baginda mengakhiri riwayat putrinya, karena malu.
Akan tetapi rupanya beliau masih mendapat cara lain. Pada suatu malam setelah baginda mensucikan diri, baginda bersemedi kepada dewata agar putrinya dihukum dengan jalan menghancurkan tempat yang didiami oleh putri itu, karena dianggap baginda tempat itu sudah menjadi kotor dan nama baginda menjadi cemar. Dengan kehendak dewata beberapa hari kemudian turunlah hujan lebat yang diikuti angin rebut, dengan sangat dahsatnya dan seketika itu juga putuslah semenanjung pulau Bali. Bagian utara hanyut terapung-apung kearah utara, sedang hanyut tanah itu, bertemulah dengan sebuah perahu nelayan yang sedang memancing ikan. Melihat tanah itu hanyut, nelayan itu heran kemudian turun dari perahunya dan naik ke atas tanah yang hanyut itu. Kemudian ditambatkannya tali sauhnya pada sebuah batu dan jangkarnya dijatuhkan ke dalam laut. Kemudian tanah itu berhenti dan tidak hanyut lagi. Batu tempat mengikatkan tali sauh itu sekarang terkenal dengan sebutan batu Baginda atau gunung Baginda yang terletak di kampung Padang Kandis di daerah Belantu, kecamatan Membalong. Sejak itulah terjadinya nama pulau Belitung, menurut asal katanya Bali Terpotong, kemudian berubah menjadi Belitung.
Menurut setengah pendapat bahwa nelayan yang menemukan daratan yang terapung tadi ialah juru mudinya bernama Tuk atau Datuk Langgar Tuban dan nakhodanya bernama Tuk Malim Angin dan menurut kepercayaan rakyat di daerah itu, Tuk Malim Angin tersebut sampai sekarang dianggap masih ada dan mendiami gunung Baginda sebagai seorang mahluk gaib.
Pada suatu hari datanglah seorang putra mahkota dari kerajaan lain dengan maksud ingin melamar putri tersebut, tetapi nasibnya tidak ditentukan, walaupun baginda menerima lamaran tetapi yang menentukan adalah putri sendiri. Rupanya lamaran itu tidak diterima oleh putri sehingga tidak dapat berbuat apa-apa
Begitulah selanjutnya sehingga sampai sembilan raja atau anak raja yang ingin melamar, tetapi semuanya ditolak oleh putri baginda. Oleh karena itu baginda merasa heran akan kelakuan putrinya itu. Karena disamping baginda merasa malu dengan raja-raja tersebut, juga baginda malu kepada rakyatnya. Ditambah lagi merasa kecewa kalau-kalau putri baginda mempunyai sesuatu hal pada dirinya yang tidak diketahui baginda.
Disuatu ketika baginda bermusyawarah dengan permaisuri untuk menanyakan dan memeriksa tentang sebab-sebab putrinya berbuat semacam itu. Disuatu saat yang baik, ibu putri raja memanggil anaknya dan menanyakan mengapa dia berbuat demikian. Maka dengan rasa sedih bercampur haru putrinya menjawab bahwa bukan dia tidak mau menerima lamaran itu. Akan tetapi disebabkan karena menderita suatu penyakit pada alat kelaminnya
Mendengar jawaban yang demikian barulah ibunya maklum dan merasa sedih dengan nasib anaknya yang hanya satu –satunya itu. Berita itu disampaikan oleh permaisuri kepada baginda. Sesudah baginda mendengarkan hal yang demikian bunyinya, baginda merasa sedih dan terharu memikirkan nasib putrinya.
Kemudian baginda memberikan kabar kepada semua kerajaan, siapa saja yang bisa mengobati penyakit putrinya itu. Sudah bermacam-macam cara yang dilakukannya, tidak seorang pun yang bisa menyembuhkan penyakit. Maka bermusyawarahlah baginda dengan permaisuri serta semua isi istana. Kemudian putuslah suatu mufakat untuk mengasingkan putri tersebut kesuatu semenanjung yang letaknya di bagian utara pulau Bali.
Sesudah semua siap, pada suatu hari berangkatlah putri itu diantar oleh baginda suami-istri serta pengawal, mentri dan hulubalang secara bersama-sama seluruh isi istana dengan bekal yang lengkap. Setelah sampai ke tempat yang dituju, didalam sebuah hutan, di sanalah putri itu ditinggalkan seorang diri dengan maksud agar sembuh penyakitnya, kemudain baginda beserta rombongan pergi dari tempat itu dengan perasaan sedih, tetapi apa boleh buat keselamatanlah yang diharapkan untuk putrinya.
Setelah beberapa lama, sekali-sekali datanglah pengawal istana ke tempat pengasingan putri itu untuk melihat –lihat keadaannya dan membawa bekal keperluan hidupnya untuk masa yang akan datang. Tentang keadaan putri itu, sepeninggalan orang-orang pulang ke istana, sebagai penjaga dan temannya adalah seekor anjing jantan yang setia dan disayanginya. Pada suatu hari putri sedang buang air kecil, anjing itu berdiri di depan putri. Karena sudah menjadi sifat bagi anjing, maka air kencing yang mengalir itu terus dijilati sampai habis dan sampai akhirnya sampai kedekat putri itu. Sesudah air kencing yang didekat putri habis, anjing itu langsung menjilati sisa – sisa yang masih ada pada alat kelamin putri itu yang sengaja dibiarkan. Begitulah berlangsung hampir setiap saat. Akhirnya dengan kehendak Yang Maha Kuasa, maka lama kelamaan penyakit yang diderita putri sembuh.
Akan tetapi sudah menjadi hukum alam, manusia itu tetap lemah. Demikian pula putri itu. Dia seorang gadis remaja yang mengharapkan kasih mesra dari seorang kekasih. Karena tanpa pengawasan, apalagi asmara sedang bergejolak, maka perbuatan dengan anjing kesayangannya itu berubah menjadi pelampiasan nafsu asmara. Demikian hari berganti pekan, pekan berganti bulan, akhirnya hubungan kelamin antara dua mahluk yang berlainan jenis dan keturunan itu menjadikan putri hamil
Ketika rombongan dari istana datang melihat seperti yang sudah sudah, kelihatan keadaan putri sudah mengalami perubahan. Kepala rombongan menanyakan hal ihwal yang dialami oleh putri itu. Dengan terus terang putri itu bercerita halnya dari awal sampai akhir
Selesai mendengar pengakuan putri itu, rombongan pulang lagi ke istana. Sampai di istana kepala rombongan menghadap baginda dan bercerita hal – hal yang dilihatnya dan pengakuan putri yang diungkapkan seadanya. Mendengar kejadian itu baginda menjadi marah, ingin rasanya baginda mengakhiri riwayat putrinya, karena malu.
Akan tetapi rupanya beliau masih mendapat cara lain. Pada suatu malam setelah baginda mensucikan diri, baginda bersemedi kepada dewata agar putrinya dihukum dengan jalan menghancurkan tempat yang didiami oleh putri itu, karena dianggap baginda tempat itu sudah menjadi kotor dan nama baginda menjadi cemar. Dengan kehendak dewata beberapa hari kemudian turunlah hujan lebat yang diikuti angin rebut, dengan sangat dahsatnya dan seketika itu juga putuslah semenanjung pulau Bali. Bagian utara hanyut terapung-apung kearah utara, sedang hanyut tanah itu, bertemulah dengan sebuah perahu nelayan yang sedang memancing ikan. Melihat tanah itu hanyut, nelayan itu heran kemudian turun dari perahunya dan naik ke atas tanah yang hanyut itu. Kemudian ditambatkannya tali sauhnya pada sebuah batu dan jangkarnya dijatuhkan ke dalam laut. Kemudian tanah itu berhenti dan tidak hanyut lagi. Batu tempat mengikatkan tali sauh itu sekarang terkenal dengan sebutan batu Baginda atau gunung Baginda yang terletak di kampung Padang Kandis di daerah Belantu, kecamatan Membalong. Sejak itulah terjadinya nama pulau Belitung, menurut asal katanya Bali Terpotong, kemudian berubah menjadi Belitung.
Menurut setengah pendapat bahwa nelayan yang menemukan daratan yang terapung tadi ialah juru mudinya bernama Tuk atau Datuk Langgar Tuban dan nakhodanya bernama Tuk Malim Angin dan menurut kepercayaan rakyat di daerah itu, Tuk Malim Angin tersebut sampai sekarang dianggap masih ada dan mendiami gunung Baginda sebagai seorang mahluk gaib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar